Performa ayam saat ini telah berkembang pesat, salah satunya ayam pedaging (broiler). Ayam broiler unggul dalam masa pertumbuhan yang cepat dengan bobot badan tinggi dalam waktu relatif pendek dan konversi pakan kecil. Namun keunggulan tersebut tentu akan menimbulkan beberapa konsekuensi bagi ayam, diantaranya ayam akan lebih mudah stres, peka terhadap kondisi lingkungan dan rentan terhadap penyakit, apalagi di musim pancaroba seperti sekarang ini.
Seperti diungkapkan oleh Heri Irawan, S.Pt., pemilik peternakan Farm Gemilang Karya Agri (GKA) yang belokasi di Kampung Wangun Sabrang, Desa Citalahab, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang, Banten. Kepada Infovet, pria yang akrab disapa Heri ini bercerita soal pengalamannya dalam budidaya ternak broiler.
Heri memulai usaha ternaknya pada tahun 2017 dan langsung menerapkan sistem kandang closed house. Dengan misi menjadi peternak mandiri, ia dengan penuh suka-duka menjalaninya. Beragam tantangan kerap menghampiri usaha milik Heri, namun ia tak gentar menghadapinya.
“Pada 2019 kemarin, gejolak harga jual live bird (LB) berada jauh di bawah harga pokok produksi (HPP), itu membuat kami merugi hingga miliaran rupiah, ditambah lagi harga sarana produksi ternak (sapronak) yang mahal dan performance yang kurang baik,” kata Heri mengawali perbincangan.
Kondisi tersebut kian memperparah keberlanjutan usahanya, sebab pada 2018 lalu, ternaknya terserang penyakit pernapasan, salah satunya Chronic Respiratory Disease (CRD) yang disebabkan oleh peralihan cuaca.
“Fluktuasi suhu dan kelembapan yang tinggi menyebabkan penyakit tersebut menyerang. Karena daya tahan tubuh ayam yang berbedabeda sehingga menimbulkan imunosupresi dan diperparah oleh efek sekundernya yakni CRD,” ungkap Heri.
Kala itu ia berupaya keras meminimalisir serangan penyakit dengan melakukan monitoring atau menjaga ventilasi kandang senyaman mungkin bagi ayam agar mendapat oksigen yang cukup, serta menjaga density dan litter agar tetap kering.
“Kita juga berupaya dengan memberikan antibiotik, hampir semua perusahaan obat kita coba, hasilnya yang didapat pun variatif tergantung kondisi ayam,” terang pria kelahiran Bogor tersebut.
Memasuki tahun 2019, Heri mulai mendapat pencerahan dalam menangani penyakit pernapasan, salah satunya dari personil Medion yang memperkenalkan Heri pada produk RESPITORAN.
RESPITORAN mengandung herbal yang berfungsi sebagai anti-inflamasi, menurunkan sekresi mukus dan mengencerkan dahak. Saat terjadi infeksi bakterial maka akan timbul peradangan di saluran pernapasan yang menyebabkan produksi mukus berlebih. Mukus yang berlebih akan menyebabkan saluran pernapasan lebih sempit dan ayam kesulitan bernapas.
“Sejak diperkenalkannya RESPITORAN oleh personil Medion yang selalu kunjungan tiap minggu ke farm, kerugian akibat penyakit pernapasan khususnya CRD menurun. Hal ini dibuktikan dengan data deplesi di bawah ratarata,” kata Heri.
Berawal dari trial menggunakan RESPITORAN, kini Heri semakin yakin produk tersebut memiliki banyak manfaat. “Awalnya hanya trial saat itu, digunakan setelah vaksin IBD booster dan ND. Biasanya reaksi post vaksinasinya ayam mengalami stres, bahkan kalau manajemen kurang baik ayam bisa mengalami cekrek berkepanjangan. Namun setelah saya pakai RESPITORAN sebelum vaksin, kemudian dilanjutkan kembali setelah vaksin dengan dosis 0,2 ml/kg berat badan. Hasilnya Alhamdulillah pernapasan bersih, terbebas dari cekrek dan ditambah cost-nya yang tidak terlalu tinggi dibanding pakai antibiotik,” ungkap dia.
Ia juga menambahkan, pengaplikasian RESPITORAN di lapangan sangat mudah. Apalagi ditunjang dengan sistem air minum otomatis, penggunaan RESPITORAN menjadi kian praktis. Dosis yang terpakai tepat, akurat dan mudah larut dalam air.
“Setelah penggunaan RESPITORAN ayam menjadi sehat dan terbebas dari penyakit pernapasan. Semoga produk Medion selalu konsisten dari segi kualitas dan harganya, agar banyak manfaat yang bisa dirasakan peternak,” pungkasnya.