Hampir 17 tahun penyakit Avian Influenza (AI) “bercokol” di Indonesia, yaitu sejak sekitar Agustus 2003 sampai sekarang Indonesia belum bisa dikatakan bebas AI. Sampai saat ini kita mengenal dua jenis Avian Influenza yang menyerang unggas, yakni High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang bersifat ganas dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) yang bersifat tidak ganas. Kedua jenis AI ini sama-sama menimbulkan kerugian, HPAI yang kita kenal selama ini adalah Avian Influenza subtipe H5N1 yang menyebabkan kematian tinggi pada unggas, sedangkan jenis lain tergolong LPAI yang beredar di Indonesia adalah subtipe H9N2. Dikatakan LPAI dikarenakan serangan tunggal oleh AI tipe ini tidak menimbulkan kematian yang tinggi namun menyebabkan penurunan produksi yang cukup signifikan.
Kerugian yang muncul pada kasus Avian Influenza disebabkan karena angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi pada kasus H5N1 serta penurunan produksi telur yang signifikan pada H9N2, depopulasi unggas secara massal (stamping out) dan peningkatan biaya untuk pengobatan suportif, sanitasi, dan desinfeksi area kandang, air, serta peralatan peternakan.
Dikarenakan kerugian yang cukup besar akibat adanya infeksi AI, upaya pencegahan dengan VAKSINASI dan deteksi dini menjadi sangat penting, ditambah lagi perubahan gejala klinis dan patologi anatomi AI saat ini sudah sedikit berbeda dengan sebelumnya.
Medion sebagai produsen vaksin unggas di Indonesia, telah mengembangkan vaksin AI sejak tahun 2004 dan secara continue mengevaluasi dan mengupdate kualitas produknya. Virus Avian Influenza mudah mengalami mutasi, terbagi atas beberapa subtipe berdasarkan kemampuan antigenitas dua protein permukaannya, yaitu Hemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Sampai tahun 2012 telah diidentifikasi ada 16 subtipe HA (H1-H15) dan 9 subtipe NA (N1-N9) pada unggas. Protein HA merupakan bagian yang penting dari virus untuk menempel pada tubuh ayam, sedangkan protein NA berkaitan dengan kemampuan virus melepas virion (hasil perbanyakan) dari sel inang. Sifat virus AI yang tidak mempunyai sifat proof-reading ini yang menyebabkan mutasi.
Dengan sifat virus AI yang mudah mutasi tersebut, setiap produsen vaksin AI secara rutin melakukan monitoring perkembangan virus AI, salah satunya dengan sistem pemetaan AI di Indonesia. Pemetaan virus adalah metode untuk mengelola informasi secara keseluruhan melalui peta perubahan virus berbentuk percabangan yang dituangkan langsung ke dalam media tulisan atau gambar. Untuk mendeteksi perubahan virus AI, Medion memiliki fasilitas laboratorium biomolekuler yang lengkap dan memadai di Unit Laboratorium Services and Animal Testing (LAT).
Tahapan pembuatan vaksin AI dimulai dengan melakukan karakterisasi dan pemetaan virus AI, berlanjut ke pemilihan kandidat seed melalui animal research secara in vitro dan in vivo. Uji in vitro salah satunya dengan uji biomolekuler untuk karakterisasi virus AI, sedangkan uji in vivo adalah uji potensi dan keamanan (kandidat seed, formula, dan produk) di hewan coba. Animal research AI dengan melakukan uji cross protection antar virus AI dengan metode challenge. Sampai saat ini goldstandar pengujian vaksin AI di unggas dirasa efektif dengan uji tantang langsung ke hewan target (direct). Hasil uji cross protection dikombinasi dengan uji cross immunity dianalisa secara keseluruhan dengan hasil uji biomolekuler, ini akan menunjang penentuan master seed vaksin AI.
Pentingnya animal research dalam pengembangan virus AI ini didukung dengan fasilitas laboratorium animal yang memenuhi syarat Animal Biosafety Level 3 yang ada di Animal Testing LAT. Hewan uji yang digunakanpun memenuhi persyaratan spesific pathogen free (SPF) bebas dari lima belas macam penyakit unggas. Kandang animal research juga harus memenuhi syarat, bangunan jauh dari kandang non SPF, untuk meminimalkan dari kontaminasi. Gedung dilengkapi dengan isolator atau dalam gedung dengan filter udara yang bertekanan negatif. Konsutruksi gedung dibuat sedemikian rupa agar terhindar dari masuknya rodentia, burung-burung liar, serangga dan orang luar yang bukan petugas kandang .
Operator kandang animal research di BSL 3, sebelum memasuki gedung tidak boleh kontak dengan ayam lain atau dengan agen penyakit di luar pengujian, dikuatirkan terjadi saling kontaminasi antar uji. Operator kandang harus mandi dan mengganti pakaian luar dengan pakaian steril sebelum memasuki ruangan ruangan di dalam gedung. Semua barang yang akan masuk ke dalam gedung harus dalam keadaan steril demikian juga pakan ayam sebaiknya disterilkan. Air minum dialirkan melalui pipa otomatis yang telah difiltrasi dan disinari dengan UV. Pentingnya tim engineering dalam keberadaan gedung animal biosafety level sangatlah dibutuhkan terutama untuk mengontrol dan memonitoring tekanan udara kandang, sistem sterilisasi pakan dan air minum.
Dengan fasilitas kandang yang memadai, tenaga ahli yang kompeten dan dukungan tim tehnisi engineering, penelitian vaksin Avian influenza bisa dilakukan dengan lancar. Produk terjaga kualitasnya dan manusianya aman dari bahaya pathogen virus.