Keberhasilan produksi telur bisa dilihat dari kuantitas/jumlah produksi dan kualitasnya. Jika produksi telur tinggi namun kualitasnya rendah, maka peternak akan menghadapi masalah karena telur dengan kualitas rendah tidak akan laku di pasaran. Demikian pula jika kualitasnya bagus namun persentase produksinya rendah, maka peternak tetap akan merugi.
Secara garis besar ada beberapa faktor penyebab turunnya produksi telur, yakni infeksius dan noninfeksius. Kedua faktor tersebut terkait satu sama lain dan menghasilkan dampak lebih besar. Hal itu dirasakan I Ketut Mante selaku pemilik Sumber Karya Kelp. Farm KK yang berlokasi di Desa Pasedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali.
Pria yang sudah puluhan tahun berkecimpung di peternakan ayam petelur ini bercerita soal pengalamannya menekan laju serangan penyakit agar tetap mendapatkan profit. “Kalau harga pakan dan DOC masih murah dan ayam sehat, serta harga jualnya bagus tentu keuntungan didapat, kehidupan pasti terjamin,” kata Ketut mengawali perbincangan dengan Infovet.
Kendati demikian, peternak harus terus waspada dan cekatan terhadap hadirnya serangan penyakit yang sudah pasti membawa kerugian besar. Beberapa kali farm milik Ketut pun didatangi “tamu” tak diundang itu.
“Soal penyakit yang menyerang sistem pernapasan seperti CRD (Chronic Respiratory Disease) dan penyakit pencernaan yang disebabkan oleh E. coli kerap ditemui. Hampir semua peternak di daerah sini mengeluhkan penyakit tersebut,” jelas pria yang kini memiliki puluhan ribu ekor ayam petelur ini.
Ia sempat mengira ketika ayam-ayamnya sakit, itu terserang oleh Infectious Laryngo Tracheitis (ILT). Kematian ayamnya mencapai puluhan ekor dalam sehari. Dari 2 ribuan ekor ternak sedikitnya mati hingga 200-an ekor dengan kematian secara bertahap, kerugian yang ditanggung Ketut mencapai jutaan rupiah.
“Ayam itu tetap makan tapi bobot badan tambah kurus. Saya kasih obat tapi akhirnya mati. Jadi di situ saya rugi di pakan dan rugi di obat, sehingga pemeliharaan menjadi kurang efisien,” ucapnya.
Setelah menilik lebih jauh, tenyata faktor air menjadi salah satu sumber masalah. Air yang ia gunakan berasal dari mata air di pinggir sungai dekat tebing yang ia alirkan ke bawah dan dimasukkan ke dalam penampung, kemudian disedot ke tower untuk dialirkan ke kandang. Kandungan E. coli yang tinggi membuat ayam milik Ketut kerap bermasalah.
“Penyakit yang disebabkan oleh E. coli ini menurut saya susah sekali. Ternak matinya pelan-pelan, tapi naik terus. Sedangkan pakan dan obat tetap kita berikan, jadinya kita rugi sekali. Makanya setiap DOC datang, kita upayakan dengan penggunaan desinfektan, obat dan segala cara, tapi tetap saja hasilnya tidak maksimal,” ungkap Ketut.
Sampai akhirnya Ketut diperkenalkan produk ASORTIN oleh personil Medion. ASORTIN merupakan asam organik yang dapat menjaga pH saluran cerna dan mengurangi infeksi mikroorganisme patogen. Penggunaannya membuat FCR menjadi lebih optimal dan meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan di dalam saluran pencernaan.
“Awalnya saya coba pakai sendiri sampai dua periode hasilnya sangat baik, ternak selamat tidak ada yang mati. Dari situ saya beri tahu kelompok ternak di daerah sini, dan benar di peternak lain juga merasakan efek serupa. Akhirnya banyak yang menggunakan,” terang dia.
Sudah setahun lebih Ketut menggunakan ASORTIN, kini ternak-ternaknya terlindungi dari serangan penyakit patogen. “Setelah pakai ASORTIN, ayam di kandang lebih sehat, bobot badan dan produksinya optimal. Saya tidak pusing seperti dulu lagi yang setiap ke kandang pasti menemui kematian ayam. Kualitas ASORTIN ini benar-benar bagus,” ungkap Ketut.
Ke depannya ia berharap kualitas dari produk ASORTIN tetap terjaga dengan baik. Agar peternak memiliki proteksi andalan dalam menghalau serangan penyakit. “Yang penting kualitasnya tetap terjaga dan dipertahankan, agar kami terhindar dari kerugian akibat serangan penyakit,” pungkasnya.