Beni Ludianto, manager plasma peternakan ayam pedaging Agus Black Hoe Farm membagikan pengalamannya dalam mengatasi serangan bakteri E. coli saat dihubungi Infovet.

Lebih dari tiga tahun, Beni berkecimpung dalam bidang peternakan ayam pedaging. “Awalnya hanya satu kandang closed house berlantai tiga dengan kapasitas 60.000 ekor. Kemudian, menambah satu kandang lagi dengan kapasitas yang sama,” papar peternak yang tinggal di kota Ngawi itu.

Kini, Beni sedang dalam proses untuk menambah satu kandang closed house lagi berkapasitas 75.000 ekor. “Jadi dua kandang sudah ada di Kecamatan Kasreman dan satu tambahan di Kecamatan Pitu, Desa Kali Kangkung, semuanya ada di Kabupaten Ngawi,” imbuh Beni yang sebelumya justru berpengalaman bekerja di bidang pertanian.

Gambar 1. Agus Black Hoe Farm yang berlokasi di Kabupaten Ngawi

Lulusan STM tahun 2008 itu, memulai usahanya dari nol dan tak ada pengalaman sebelumnya sehingga ia bingung ketika ayam peliharaannya yang berumur dua minggu banyak mengalami kematian. “Ayam lesu, tak mau makan, pertumbuhan berhenti dan kematian lebih dari 8.000 ekor dari populasi 60.000 ekor atau hampir 14%,” ceritanya.

Dalam menghadapi masalah pada ternaknya ia selalu berkonsultasi dengan pihak kemitraan dan dipertemukan dengan personil dari Medion. Setelah ada kunjungan ke farm dari personil Medion, akhirnya Beni memahami faktor penyebab bakteri E. coli sampai berkembang biak di farm-nya. Outbreak kolibasilosis terjadi akibat rendahnya sanitasi dan kebersihan kandang dikarenakan bakteri E. coli sangat mudah mencemari lingkungan kandang. Penularannya dapat terjadi secara vertikal melalui saluran reproduksi induk ayam. Telur yang menetas kemudian akan menghasilkan DOC yang tercemar bakteri E. coli di dalam ususnya. Sedangkan penularan horizontal, salah satunya dapat melalui kontak dengan bahan atau peralatan kandang yang tercemar. Penularan biasanya terjadi secara oral melalui ransum atau air minum yang terkontaminasi feses yang mengandung E. coli atau melalui debu yang tercemar E. coli.

Gambar 2. Puluhan ribu ternak Broiler yang dipelihara oleh Beni

Ia juga menjadi paham cara untuk mengatasi penyakit kolibasilosis di peternakannya. Seperti yang ia lakukan yaitu memberikan treatment pada air minum dengan menggunakan klorin dan melakukan desinfeksi kandang dua hari sekali secara rutin. Selain itu penting juga melakukan manajemen litter supaya tidak basah atau lembab dan mengatur sirkulasi di dalam kadang dengan baik. 

Beni Ludianto

Penanganan kolibasilosis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti REMISIN. Penggunaan REMISIN dengan dosis 0,2 gr/kg berat badan yang diberikan dua kali sehari, sore dan malam hari terbukti mampu menekan kematian akibat kasus kolibasilosis hingga 3%. Dalam melakukan penanganan penyakit bakterial seperti kolibasilosis, Beni melakukan rolling dari penggunaan REMISIN ke obat antibiotika lain dari golongan yang berbeda, misalnya antibiotik golongan Fluoroquinolon setelah tiga kali periode pengobatan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotika.

Untuk mengatasi kolibasilosis yang bisa menyerang ayam di semua umur, saya menggunakan REMISIN pada air minum ayam yang sakit sejak DOC chick-in di kandang. Saya berharap kasus kematian terus turun dengan kualitas obat yang terjaga dan ditingkatkan,” tukasnya.

Selain itu, ia juga akan terus fokus menambah populasi ayamnya karena dengan begitu akan menambah lapangan pekerjaan di daerah kelahirannya. Kegigihan dan pengalaman serta kinerjanya patut diapresiasi, seperti ketika Beni tuntas melibas habis kasus kolibasilosis melalui manajemen pemeliharaan yang ketat. (ADV)

Libas Habis Kolibasilosis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty − 2 =